Gambar 1. Interior gedung bioskop |
Saat kita sedang berkunjung ke bioskop atau studio musik pernahkah kita melihat ada semacam bahan yang lembut yang melapisi dinding bioskop atau studio musik? Tahukah kalian jika ada maksud tertentu kenapa bahan-bahan seperti itu ditempelkan pada dinding biskop atau studio musik? Bahan-bahan tersebut dinamakan material akustik absorber. Material akustik absorber ialah material yang berfungsi untuk mengedalikan suara di dalam ruangan dengan menyerap beberapa suara agar kenyamanan akustik ruangan terpenuhi sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. Terdapat dua tipe utama bahan penyerap suara, yaitu bahan penyerap berpori dan bahan penyerap tipe resonansi. Bahan berpori seperti karpet, korden, foam, glasswool, rockwool, dan material lunak lainnya, menyerap energi suara dengan mengandalkan gesekan antara suara dengan permukaan materialnya. Bahan penyerarp suara tipe ini akan menyerap energi suara lebih besar di frekuensi tinggi.
Gambar 2. Rockwool |
Sementara bahan penyerap suara tipe resonansi seperti panel kayu tipis, menyerap energi suara dengan cara mengubah suara yang datang menjadi getaran, yang kemudian diubah menjadi energi gesek oleh material berpori yang ada di dalamnya. Material tipe ini lebih sensitive terhadap komponen tekanan dari gelombang suara yang datang, sehingga lebih efektif apabila ditempelkan pada dinding. Bahan penyerap tipe ini lebih dominan menyerap energi suara berfrekuensi rendah. Frekuensi resonansi bahan ini ditentukan oleh kerapatan massa dari panel dan kedalaman rongga udara di baliknya.
Gambar 3. Panil kayu |
Tipe lain dari bahan penyerap suara adalah apa yang disebut Resonator Helmholtz. Efektifitas bahan penyerap tipe ini ditentukan oleh adanya udara yang terperangkap di pipa atau leher di atas bidang berisi udara (seperti leher botol). Permukaan berlubang menjadi ciri utama resonator yang bekerja pada frekuensi tertentu, tergantung pada ukuran lubang, leher, dan volume ruang udaranya.
Nah, untuk mendesain akustik suatu
ruangan kita perlu mengetahui terlebih dahulu fungsi dari ruangan tersebut
untuk kegiatan apa. Ada yang difungsikan untuk speech atau percakapan (auditorium, dsb) atau untuk kegiatan musik.
Salah satu kriteria desain akustik ruang adalah jenis material yang dipakai
suatu ruangan. Kita ambil contoh tata akustik ruang auditorium. Misalkan ada
sebuah auditorium yang berukuran cukup besar yang dapat menampung 400 audien
dan diinginkan apabila terdapat suara ucapan, suara tersebut bisa terdengar
dengan sangat baik dan jelas tanpa sistem tata suara elektronik. Maka, beberapa
hal terkait jenis material yang dapat diaplikasikan untuk kasus di atas adalah
yang pertama, dinding samping dan langit-langit sebaiknya dibuat dari permukaan
yang dapat memantulkan suara. Hal ini bertujuan agar suara yang dihasilkan oleh
sumber mengalami amplifikasi. Yang kedua adalah bagian bidang pertemuan antara
dinding dan langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan absorptive. Yang ketiga ialah dinding belakang sebaiknya terbuat
dari bahan penyerap suara atau pendifuse suara, untuk menghindari terjadinya
pantulan dengan delay yang panjang.
Dengan ketiga hal tersebut ruang auditorium tidak memerlukan sistem tata suara
elektronik untuk memperjelas dan memperkuat sumber suara.
Gambar 4. Sketsa reflektor suara di dalam auditorium |
Selain memperhatikan jenis material yang digunakan, dalam mendesain akustik suatu ruangan perlu diperhatikan pula faktor transmisi dan refleksi dari gelombang suara datang. Biasanya untuk mengurangi transmisi suara dari ruangan satu ke ruangan yang lain digunakan panil atau penyekat ruang. Namun, pada kondisi tertentu terjadi coincidence effect. Coincidence effect terjadi saat frekuensi kritis, dimana umumnya terjadi saat panil menerima gelombang datang dari berbagai arah (oblique). Secara teori coincidence effect adalah gejala fisis yang terjadi pada panil dengan luas tak terhingga dimana panjang gelombang pada panil akibat gelombang suara datang sama dengan panjang gelombang lentur yang terjadi pada bahan panil.
Gambar 5. Coincidence effect |
Karakteristik transmission loss berdasarkan frekeunsi kerjanya dibagi menjadi tiga region, yaitu:
1. Stiffness
Control Regiom
Daerah dimana transmisi suara dalam
frekuensi rendah yang disebabkan oleh kekakuan material. Pada daerah ini transmission loss berkurang sebesar 6dB
per oktaf.
2. Mass
Control Region
Daerah dimana frekuensi kritis terjadi.
Apabila tidak digunakan damping maka transmission loss akan semakin rendah.
Sebaliknya apabila damping digunakan
akan menyebabkan transmission loss mnegalami
peningkatan sebesar 6dB per oktaf.
3. Damping
Control Region
Daerah dimana transmisi terjadi pada
frekuensi rendah sampai medium yang menyebabkan naik turunnya transmission loss dan dipengaruhi oleh
massa dari material. Transmission loss akan mengalami pengingkatan 6dB per oktaf.
Gambar 6. Region-region transmission loss |
Karakteristik transmission loss di atas digunakan untuk mendesain bangunan agar tidak terjadi energy loss suara yang tidak diinginkan dari bangunan tersebut. Desain bangunan tersebut pastinya merujuk pada fungsi awal bangunan. Misalnya, bangunan yang diperuntukkan bagi musik dan bagi speech memiliki desain yang berbeda. Perbedaannya yaitu:
·
Untuk
bangunan musik, dinding dan langit-langit didominasi oleh material-material absorber, hal ini bertujuan agar suara
yang dihasilkan dari peralatan musik tidak menyebabkan polusi udara di luar ruangan.
Material absorber yang digunakan bisa
berupa material berpori seperti karpet rockwool.
Sebuah ruangan musik didominasi oleh energi suara berfrekuensi rendah, sehingga
rekayasa yang bisa digunakan adalah penambahan kekuatan pada stiffness control region.
·
Untuk
bangunan speech, dinding dan
langit-langit didonimasi oleh material-material reflector, hal ini dimaksudkan agar sumber suara dapat
diamplifikasi sehingga suara bisa terdengar lebih jelas. Selain itu digunakan
pula material absorber yang
ditempatkan di dinding belakang agar tidak terjadi pantulan dengan delay yang panjang.
Perbedaan
mendasar dari kedua jenis bangunan di atas adalah, untuk desain bangunan musik
lebih ditekankan pada bagaimana tingkat tekanan dari sumber suara yang sangat
tinggi tidak bertrasmisi keluar ruangan, karena akan menyebabkan polusi suara
di luar. Sedangkan untuk bangunan speech,
desain lebih ditekankan bagaimana sumber suara bisa teramplifikasi dan
terdengar dengan jelas serta bising suara dari luar ruangan tidak masuk ke
dalam ruangan.
Referensi:
1. Sarwono, Joko. 13 April 2012. "Bahan Penyerap Suara (Absorption Material). https://blogs.itb.ac.id/jsarwono/2012/04/13/bahan-penyerap-suara-absorption-material/. Diakses pada 23 Maret 2018.
2. Sarwono, Joko. 23 April 2008. "Akustik Ruang Percakapan (Room for Speech)". https://blogs.itb.ac.id/jsarwono/2008/04/23/akustik-ruang-percakapan-room-for-speech/. Diakses pada 23 Maret 2018.
3. Frank, Fahy. 2001. "Foundations of Engineering Accoustics". 3rd edition. New York. Elsevier Academic Press.
4. Putra, I.B. Ardhana, Ir. PhD. "Acoustics of Auditorium. Materi Kuliah Teknik Fisika. Bandung. Institut Teknologi Bandung.
2. Sarwono, Joko. 23 April 2008. "Akustik Ruang Percakapan (Room for Speech)". https://blogs.itb.ac.id/jsarwono/2008/04/23/akustik-ruang-percakapan-room-for-speech/. Diakses pada 23 Maret 2018.
3. Frank, Fahy. 2001. "Foundations of Engineering Accoustics". 3rd edition. New York. Elsevier Academic Press.
4. Putra, I.B. Ardhana, Ir. PhD. "Acoustics of Auditorium. Materi Kuliah Teknik Fisika. Bandung. Institut Teknologi Bandung.
Comments
Post a Comment